Sumbar Berpotensi Jadi Koridor Penyangga Ketahanan Pangan Sumatera

Padang, singkron.com -- Sumatera Barat (Sumbar) sangat berpotensi menjadi koridor penyangga ketahanan pangan untuk Sumatera, terutama di wilayah Sumatera Bagian Barat. Demikian dikatakan Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad saat beraudensi dengan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang, Sumatera Barat, Alfianto dan tim, Jumat (18/8/2023). 

Namun ini tentunya harus ada sinergitas antar seluruh pemangku kepentingan daerah, Pemerintah Provinsi, Bank Indonesia, dunia usaha, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya.

“Sumatera Barat salah satu provinsi penyangga produksi kebutuhan pangan di tiga Provinsi. Selain untuk (kebutuhan) Sumatera Barat sendiri, Sumbar juga memenuhi kebutuhan untuk Provinsi Jambi, Provinsi Riau, dan Kepulauan Riau. Ini menunjukan positioning Sumatera Barat sebetulnya sangat jelas, dia bisa menjadi sumber produksi ketahanan pangan di Sumatera bagian barat,” kata Kamrusamad dari Fraksi Gerindra ini.

Artinya, tambah Kamrusamad, kondisi ini sangat potensi sekali untuk menciptakan lapangan kerja baru. “Tinggal kita dorong teknologi pertanian dan akses keuangan sebagai modal kerja bagi petani dan ultra mikro yang ada di Sumatera Barat,” tuturnya.

Dalam pertemuan itu, Kamrusamad juga didampingi Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Alkudri menambahkan akan meminta agar Menteri Keuangan menghitung ulang tentang Dana Alokasi Umum untuk Provinsi Sumatera Barat dengan beberapa alasan dan pertimbangan. Selain itu Komisi XI DPR juga meminta Bank Indonesia untuk terus melakukan akselerasi kebijakan percepatan pengendalian investasi.

“Itu langkah nyata dan konkret dan bisa dirasakan oleh masyarakat. Harapan saya Sumatera Barat bisa berkontribusi lebih besar lagi terhadap pembangunan nasional,” ujar politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Sebenarnya, kehadiran Kamrusamad ini untuk menampung dan menggali usulan dari BPS daerah dalam memperkuat rancangan Undang Undang Statistik. 

"Keberadaan Undang-Undang tentang Statistik saat ini semakin penting. Namun, dengan melihat perkembangan kekinian, UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik yang sudah berusia 26 tahun ini sudah selayaknya dilakukan revisi dan penyempurnaan," ujarnya.

Kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan kondisi tahun 1997 saat UU ini disahkan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan teknologi informasi dengan munculnya tren big data yang membuat seluruh data saat ini berbasis digital. (Chan*)

Post a Comment

0 Comments