singkron.com - Jakarta, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, telah mengungkapkan bahwa ada sekitar 10 ritel pd ritel jejaring dan lokal yang telah melakukan pemotongan tagihan minyak goreng kepada distributor atau produsen. Tindakan ini diambil sebagai respons terhadap polemik penyelesaian utang rafaksi minyak goreng yang belum ada nya KEPASTIAN untuk dibayarkan pemerintah sebesar Rp 344 miliar.
Roy menjelaskan bahwa pemotongan tagihan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengganti utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). "Keputusan pemotongan tqgihan minyak goreng ini semata keputusan masing masing peritel sendiri kepada distributor atau produsen migor secara bussiness to bussiness (b to b). Kami asosiasi sudah tidak dapat membendung kegalauan dan kekecewaan para anggota ritel kami kepada Kemendag yang masih dolak dalik dengan berbagai alasan, mempersulit yang seharusnya mudah, tertutup prosesnya yang seharusnya transparan dan bungkam untuk berdialog ketika kami berusaha untuk menanyakan kejelasannya, atas penyelesaian pembayaran Rafaksi Migor ini," ujar Roy dalam pernyataannya.
Selain itu, Roy mengungkapkan ketidakpuasan terkait rencana Kemendag yang terus memindahkan polemik ini kepada Kementerian Perekonomian. Menurutnya, para peritel modern merasa dipermainkan dan di zolimi seperti bola pingpong, di mana semua permintaan dan penyampaian Kemendag kepada raker dengan Komisi VI DPR RI telah di jawab oleh Instansi yang disebut sebut oleh Kemendag dan setelah mendapatkan respon (red. legal oponion) dari Kejagung & BPKP dan didukung pernytaan dari KPPU & BPDPKS, penyelesaian Rafaksi Migor ini masih jauh panggang dari api. "Kita dipermainkan seperti bola pingpong. Kenapa Kemenko Perekonomian, yang sejak awal menjadi tupoksi mereka dan sekarang dijadikan alasan untuk dipertanyakan lagi? Ini seperti dagelan saja, mengulur ngulur waktu, bahkan kami juga tidak mengerti, ada kepentingan apa untuk mempersulit penyelesaian Rafaksi Migor yang jelas bukan dari anggaran Kemendag dan APBN, tetapi pembyaran nya dari alokasi dana pungutan ekspor dari para eksportir CPO, yang dikelola oleh BPDPKS. Kami berharap ada KEPASTIAN," tegas Roy.
Dalam konteks ini, Roy juga menyebutkan bahwa legal opinion dari Kejaksaan Agung sudah keluar, dan jika sudah ada kejelasan dari Kejaksaan Agung, maka seharusnya tidak ada lagi permainan atau perpindahan yang mempersulit proses penyelesaian.
Sebelumnya, Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) telah menagih utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan sebesar Rp 344 miliar. Roy Mandey, Ketua Aprindo, mengatakan bahwa jika Kemendag tidak segera membayar utang tersebut, 31 perusahaan ritel modern di Indonesia akan memotong tagihan kepada distributor atau produsen hingga dapat saja menghentikan pembelian minyak goreng dari para produsen secara b to b.
Roy Mengingatkan bahwa ada potensi dampak negatif jika peritel melakukan pemotongan tagihan atau mengurangi pembelian, seperti potensi ketidaksetujuan dari pihak distributor atau produsen yang dapat berdampak pada berkurang hingga berhentinya pasokan minyak goreng di toko-toko. Kami tidak rugi ketika di stop oleh distributor Migor, seperti yang dikatakan Kemendag lalu dengan arogansi nya, karena bagi peritel, Migor adalah komoditi 'traffic puller' yang harga bahkan margin nya diatur oleh Pemerintah khususnya untuk Minyak Goreng Kemasan Sederhana melalui HET, " pungkas Roy.
Dalam konteks ini, Aprindo berharap ada solusi KEPASTIAN, dalam 1 bulan ini (September 2023), setelah meleset total dari bulan Agustus 2023 seperti yang diungkapkan Kemendag, untuk penyelesaian Rafaksi Migor ini sebelum para peritel memberikan kuasa kepada APRINDO untuk menempuh jalur hukum akibat hak peritel yang dizolimi dan tidak adanya KEPASTIAN pembayaran Rafaksi Migor, setelah kewajiban telah dipenuhi peritel se-Indonesia sesuai regulasi Pemerintah." tutup Roy. (har)
0 Comments