Singkron.com - Jakarta, Meskipun putusan pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung) telah memihak kepada Pengurus Yayasan Trisakti Asli, namun Kemendikbudristek seakan membangkang atas putusan yang sudah inchract dan final tersebut.
Dengan tabiat seperti itu, Ketua Pembina Yayasan Trisakti Asli, Prof. dr. Anak Agung Gde Agung menduga penyerobotan Yayasan Trisakti oleh Kemendikbudristek didorong oleh nafsu penguasaan ekonomi. Maklum, Yayasan Trisakti adalah salah satu yayasan pendidikan yang sukses mengelola kampus Universitas Trisakti sejak lebih dari lima dasa warsa yang lalu. Hasil dari kerja keras seluruh stakeholder di Yayasan Trisakti, membuat yayasan ini maju pesat dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
"Saya menduga para oknum pejabat tinggi dari Kemendikbudristek hanya ingin memperkaya diri dengan merampok Yayasan Trisakti melalui dalih perubahan status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH),” katanya kepada wartawan, Minggu (22/09/2024) di Jakarta.
Para pejabat tinggi negara, kata Anak Agung seharusnya memberi contoh yang baik kepada masyarakat luas tentang keadilan dan penegakan hukum. Bukan sebaliknya, malah memberi contoh yang buruk dengan mengabaikan putusan pengadilan.
“Kalau putusan pengadilan yang sudah final dan mengikat saja, bisa mereka kesampingkan, bagaimana mungkin keadilan bisa ditegakkan. Kami harap kepada pemerintah untuk tidak tutup mata atas kasus ini. Ke mana lagi kami mengadu, sedangkan putusan Mahkamah Agung telah memihak kepada kami yang memang paling berhak atas pengelolaan Yayasan Trisakti,” paparnya geram.
Anak Agung lantas menceritakan perjalanan kasus penyerobotan Yayasan Trisakti yang disebutnya aneh dan penuh manipulasi. Tragedi ini bermula ketika Mendikbudristek, Nadiem Makariem mengeluarkan SK Menteri Nomor 330/P/2022, pada 24 Agustus 2022.
Landasan hukum ini dipakai Kemendikbudristek untuk merampok Yayasan Trisakti dengan mengangkat nama-nama pejabat tinggi negara yang didapuk menjadi pengurus Yayasan Trisakti Dadakan yang berjumlah 13 orang.
Surat Keputusan Menteri ini menurut Anak Agung melanggar Anggaran Dasar Yayasan Trisakti tahun 2005 Pasal 10 ayat 4 dan Undang-undang RI No. 16 Tahun 2001 jo. Undang-undang RI No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan pasal 28 ayat 3 yang menyatakan bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota pembina adalah orang perseorangan berdasarkan keputusan rapat anggota pembina. Tak hanya itu, para pembina dadakan itu jelas tidak tahu sejarah perjalanan Yayasan Trisakti.
Anak Agung tidak tinggal diam. Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tersebut kemudian digugat oleh pengurus Yayasan Trisakti Asli Prof. Dr.Anak Agung Gde Agung ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Pengadilan mengabulkan gugatan para penggugat dan menyatakan Yayasan Trisakti Dadakan dianggap tidak sah. Pengadilan juga memerintahkan Kemendikbudristek harus mengembalikan Yayasan Trisakti kepada pengurus asli. Tidak hanya itu, Kemendikbudristek juga wajib memulihkan nama baik pengurus yayasan asli.
Tak percaya dengan putusan PTUN, pihak Kemendikbudristek kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Di tingkat banding, PT TUN menolak gugatan Kemendikbudristek, artinya Yayasan Trisakti Dadakan tak punya kekuatan hukum sama sekali dalam melakukan aktivitasnya. Mereka harus membubarkan diri dan mengembalikannya kepada pengurus yang lama. Menguatkan putusan di tingkat pertama, pengadilan juga memerintahkan Kemendikbudristek harus memulihkan nama baik pengurus Yayasan Trisakti yang telah dirampoknya.
Tak mau menaati hukum, pihak Kemendikbudristek menunjukkan pembangkangannya dengan tidak mengindahkan putusan PTTUN, justru mengajukan gugatan kasasi ke Mahkamah Agung.
Lagi lagi Kemendikbudristek harus gigit jari. Kasasi mereka ditolak Mahkamah Agung. Putusan kasasi ditetapkan pada Senin, 12 Agustus 2024 dengan nomor perkara 292/K/TUN/2024, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh Mendikbudristek dan Cahyo Rahardian Muzhar, dkk., menetapkan dua putusan pengadilan di bawahnya, yakni PTUN dan PTTUN. Kemendikbudristek harus hengkang dari kantor Yayasan Trisakti karena tak punya landasan hukum.
Apa yang terjadi? Sampai hari ini mereka masih bercokol di kantor Yayasan Trisakti yang sudah berdiri sejak tahun 1966. “Inilah tindakan sewenang-wenang dan menyalahi segala perundang-undangan yang berlaku terhadap yayasan yang telah mengabdi lebih dari 5 dasa warsa,” kata Anak Agung.
Narasi PTNBH menurut Anak Agung hanya untuk mempengaruhi persepsi publik tentang status perguruan tinggi negeri. Padahal kampus Universitas Trisaksti adalah kampus swasta yang tidak bisa begitu saja diubah ke PTNBH.
Mereka kata Anak Agung ingin menciptakan stigma kampus negeri yang terkesan murah di Universitas Trisakti. Padahal maksudnya adalah PTNBH yang artinya pengelola kampus harus menghidupi sendiri keuangannya.
“Sungguh ironis, kampus Universitas Trisakti selama ini berstatus swasta yang cukup berkualitas. Tiba-tiba beberapa orang ambisius ingin menguasai Trisakti. Iming-imingnya berubah ke perguruan tinggi negeri. Padahal setelah itu, diubah lagi statusnya ke PTNBH. Ini kan akal-akalan. PTNBH itu maksudnya suruh cari duit sendiri,” tegasnya.
Jadi, lanjut Anak Agung, motif mereka sudah jelas bahwa mereka ingin mengkomersialkan Universitas Trisakti atas nama PTNBH.
*Kampus PTNBH Lebih Mahal*
Penetapan bentuk pengelolaan PTNBH diamanatkan melalui UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Sampai saat ini baru ada 22 perguruan tinggi negeri yang berubah status dari PTN menjadi PTNBH.
Praktisi Pendidikan Profesor Doktor Ketut Surajaya menyatakan dari 22 Perguruan Tinggi Negeri yang diubah statusnya menjadi PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), semua mengalami masalah mahalnya biaya UKT. Dari jumlah itu para mahasiswa rata-rata menyatakan biaya UKT sangat tinggi, bahkan ada mahasiswa S3 yang putus tengah jalan karena tak mampu membayar biaya kuliah.
"Bisa dikatakan PTN BH justru memberatkan mahasiswa," katanya dalam sebuah diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Sementara penasihat hukum Yayasan Trisakti, Nugraha Bratakusumah menegaskan bahwa UU Nomor 12 tahun 2012 adalah undang-undang tentang perguruan tinggi negeri bukan perguruan tinggi swasta. Nugraha mempertanyakan mengapa Kemendikbudristek menyasar Universitas Trisakti yang sudah sangat mandiri dan tidak memerlukan bantuan pemeritah.
Nugraha mencium ada gelagat kurang baik dari Kemendikbudristek bahwa status Universitas Trisakti akan diubah dulu ke perguruan tinggi negeri untuk kemudian di-PTNBH-kan. “Ini namanya rekayasa hukum,” paparnya.
Menurut Nugraha, persoalan antara Yayasan Trisakti dengan pemerintah sesungguhnya sudah selesai pasca mereka kalah di Mahkamah Agung. Namun ia mempertanyakan kenapa melebar ke persoalan PTNBH.
“Bukankah sebaiknya jalankan saja putusan MA tersebut? Mengapa harus mengutak-atik Yayasan Trisakti dengan dalih PTNBH," pungkas Nugraha. (Har)
0 Comments