Jakarta, Singkron.com -- Melanjutkan pendidikan saat telah menjadi abdi negara seringkali menjadi polemik tersendiri. Butuh dorongan lebih kuat dari dalam diri dan dukungan dari orang-orang sekitar serta instansi yang dinaungi untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menyadari hal tersebut, Kementerian PANRB menggelar kegiatan _knowledge sharing_ dengan para pegawai yang telah menyelesaikan tugas belajar. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menjadi _knowledge management_ yang harus dilakukan dalam menjadi lembaga berkelas dunia.
“Agar bisa menginformasikan baik itu disertasinya, dukungan terhadap kerja di Kementerian PANRB, pengalaman sukses S2-S3 seperti apa, maupun tips agar ASN lain berhasil ikut LPDP yang dibuka. Tentu dengan catatan harus sesuai dengan HDCP Kementerian PANRB,” ujar Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Hukum (SDMOH) Sri Rejeki Nawangsasih saat membuka kegiatan Knowledge Sharing Pegawai Pasca Tugas Belajar, secara virtual, Rabu (19/01).
Acara ini menghadirkan tiga pegawai Kementerian PANRB yang telah menamatkan program magister dan doktornya di berbagai universitas luar negeri. Salah satunya Ceria Oktora, Perencana Pertama di Sekretariat Kementerian PANRB. Menurutnya, persiapan yang matang adalah kunci untuk meraih beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
“Persiapan adalah kunci. Terutama harus mempersiapkan bahasa karena itu yang akan membuat kita bertahan di sana,” imbuh perempuan yang meraih gelar masternya di Universitas of Bristol, Inggris. Gigih dan pantang menyerah adalah dua hal yang wajib dimiliki para pejuang beasiswa, karena persiapan diri tersebut termasuk melakukan berbagai riset dan mendaftarkan diri ke universitas yang dituju.
Selain mencari topik untuk pengajuan penelitian yang ingin dipelajari, para pencari beasiswa juga disarankan untuk melakukan riset sebelum mendaftar beasiswa. Termasuk mencari tahu secara komprehensif terkait beasiswa yang ada, jurusan dan perguruan tinggi yang diinginkan, hingga biaya hidup yang ditanggung.
Selain itu, juga diperlukan _motivational letter_ yang ‘menjual’ agar berpotensi menjadi penerima beasiswa tersebut. “Buat _personal statement_ yang _to the point_, apa dan bagaimana ilmu yang kita dapatkan nanti dapat digunakan di kemudian hari,” tambahnya.
Perjuangan panjang untuk bisa melanjutkan pendidikan tersebut tidak berhenti sampai disana. Ia juga harus menghadapi pandemi di negeri rantau dan melihat teman-teman seangkatannya menghadapi rasisme akibat merebaknya Covid-19 di Inggris. Namun demikian, pihak kampus selalu melindungi mahasiswa dan mengatasi hal tersebut setelah bekerja sama dengan kepolisian setempat.
Menjadi mahasiswa program magister di luar negeri di masa pandemi juga dirasakan oleh Risza Damayanti, Analis Kebijakan Pertama di Sekretariat Kementerian PANRB. Belajar secara daring melalui aplikasi Zoom bukanlah hal yang ada dalam bayangannya sebelumnya. “Yang berbeda hanya proses belajarnya. _Load_ belajarnya masih sama, tetap ada kuliah, seminar mingguan, dan tugas mingguan,” ungkap lulusan magister di University of York, Inggris pada 2021 lalu ini.
Sementara itu, Mas Pungky Hendrawijaya yang juga mendapatkan gelas doktornya di Curtin University, Australia, turut menyampaikan pengalamannya melakukan tugas belajar. Selama berkuliah di jurusan Business Law, ia diharuskan menghadiri beberapa konferensi internasional dan mempresentasikan hasil risetnya dalam acara tersebut. Publikasi hasil riset di jurnal internasional juga menjadi prasyarat agar bisa lulus dari universitas yang terdapat di Perth tersebut.
Dalam mempersiapkan riset proposal, Mas Pungky menyarankankan untuk menyiapkan topik yang spesifik. “Pilih topik yang spesifik, bukan yang bombastis. Akan lebih bagus jika dikaitkan dengan tugas sehari-hari di Kementerian PANRB,” pungkasnya. (Nan/HUMMENPRB/har)
0 Comments