Yogyakarta, Singkron.com --;(22/10/22). Pemerintah Indonesia mengambil langkah serius guna mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024, salah satunya lewat reformasi birokrasi berdampak yang fokus pada pengentasan kemiskinan. Selama ini, program pengentasan kemiskinan dianggap belum menjangkau target yang tepat karena minimnya kolaborasi dan tingginya ego sektoral.
Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Eko Prasojo menjelaskan, reformasi birokrasi (RB) belum mampu mencapai target yang diharapkan, karena selama ini RB hanya fokus pada pemenuhan dokumen dan kertas. “Praktik RB yang ada selama ini membuatnya tidak punya orientasi pada pemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat, untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat, dan seterusnya,” ujar Eko saat menjadi narasumber pada Talkshow Reformasi Birokrasi Tematik Penanggulangan Kemiskinan, di Universitas Gadjah Mada, Jumat (21/10).
Guru Besar Universitas Indonesia ini mengapresiasi langkah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang memutuskan nilai perolehan RB instansi pemerintah salah satunya akan bergantung pada program RB pengentasan kemiskinan. “Ini adalah langkah yang baik karena sebelumnya program pengentasan kemiskinan ini belum pernah ada secara serius dimasukkan ke dalam program pembangunan pusat, provinsi, kabupaten, dan kota yang berkesinambungan,” katanya.
Pada sesi _talkshow_ tersebut salah satu daerah yang menjadi _pilot project_ penerapan RB tematik penanggulangan kemiskinan tahap pertama, Kabupaten Banyuwangi, berbagi upaya yang dilakukan daerahnya guna menekan angka kemiskinan ekstrem. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyuwangi Suyanto Waspo Tondo Wicaksono menyebut keberhasilan menurunkan angka kemiskinan ala Banyuwangi dilakukan lewat praktik kolaborasi anggaran serta _cross-cutting_ sumber daya manusia (SDM) dan kinerja.
Kolaborasi anggaran serta _cross-cutting_ SDM dan kinerja adalah salah satu langkah meruntuhkan ego sektoral dan memperkuat kolaborasi. “Dengan cara ini, kami berhasil mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperoleh ketepatan data kemiskinan untuk menentukan intervensi yang tepat,” ungkapnya.
Praktik baik penanggulangan kemiskinan juga dipaparkan oleh Wali Kota Pariaman Genius Umar. Orang nomor satu di The Sunset City of Indonesia ini menggunakan strategi mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan kemampuan pendapatan, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro kecil, serta meningkatkan sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
“Pariaman juga menghidupkan semangat gotong-royong lewat _work from field_ (WFF) yang nol anggaran, beberapa kegiatannya mencakup pembukaan akses jalur jalan baru atau kegiatan bersih pantai, sungai, pasar, dan objek wisata,” imbuhnya.
Menutup sesi _talkshow,_ Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Bambang Hudayana membagikan pandangannya tentang inovasi penanggulangan kemiskinan yang berkaca dari masalah di akar rumput. Dijelaskan, pendekatan kemiskinan Indonesia selama ini telah menggunakan pendekatan _pro-poor, pro-job,_ dan _pro-growth,_ namun ada _gap_ yang belum terjawab dari pendekatan ini.
Pro-poor_ merupakan cara pemerintah memberikan proteksi dan afirmasi lewat bantuan sosial, jaminan sosial, subsidi barang kebutuhan pokok, dan peningkatan pelayanan publik untuk kaum miskin. _Pro-job_ adalah upaya penciptaan lapangan kerja untuk kaum miskin. Sementara, _pro-growth_ adalah penciptaan pertumbuhan ekonomi yang mampu memperluas kesempatan kerja di sektor formal.
“Hampir semua presiden cenderung mengedepankan pendekatan _pro-poor_ daripada _pro-job_ dan _pro-growth,_ sebenarnya program _pro-poor_ inovatif sangat relevan untuk mengikis angka kemiskinan, tetapi ke depan agar kaum miskin bisa mandiri program _pro-poor_ yang sifatnya _state driven_ perlu dikurangi. Sebaliknya, program _pro-job_ yang bersifat partisipatoris perlu ditingkatkan,” ujarnya.
Bambang optimis RB tematik penanggulangan kemiskinan dapat mencapai _output_ yang diinginkan jika program _pro-job_ partisipatoris diarahkan untuk memperkuat ekonomi desa dan membuka lapangan kerja yang berbasis pada aset lokal. Tidak ketinggalan, dana desa yang besar bisa diarahkan untuk memperkuat inovasi orang desa dalam mengembangkan ekonomi daripada sekadar untuk pembangunan infrastruktur. (har)
0 Comments