Harus Ada Keseimbangan Antara Penegak Hukum dan Terdakwa Tanpa Dipaksakan untuk Melalui Proses Sidang


       Dr Yusfar SH MH.               Budiman

Padang, singkron.com -- Dr. Yuspar SH MH mantan Direktur Ham Kejaksaan Agung sekaligus calon anggota DPR RI 2024 dari Partai PPP tadi siang diminta sebagai saksi Ahli di Pengadilan Negeri Padang Senin tanggal 11 September  2023 oleh terdakwa Budiman yang mana terdakwa Budiman dituduh melakukan perbuatan melanggar hukum.

Budiman yang  didakwa jaksa Fitria Erwina SH MH pasal Primer 263 ayat (1) dan dakwaan Subsidair pasal 263 ayat (2). Pemalsuan surat dan membuat surat palsu.

Dr.Yuspar sebagai Ketua Alumni Fakuktas Hukum merasa terpanggil anggotanya tersangkut masalah hukum datang dan bersedia hadir sebagai ahli pidana,   sebelumnya jaksa penuntut umum Fitria Erwina keberatan seniornya dihadirkan sebagai ahli karena tidak ada sertifikat ahli, lalu dijawab Dr. Yuspar bahwa dia adalah tamatan Doktor ilmu hukum pada Universitas Sumatera utara (USU) jadi diperlihatkan sertifikat ahli seperti ahli bangunan dan ahli keuangan kata Dr, Yuspar gelar doktor yg disandangnya sudah Syah menjadi ahli hukum karena seorang doktor hukum  pendapatnya sudah bisa dijadikan ajuan atau yurisprudensi bagi penegak hukum, akhirnya majelis menolak keberatan Jaksa dan hakim meminta agar riwayat pendidikan dan pekerjaan dilampirkan.

Dalam pertanyaan penasehat hukum Budiman menanyakan pendapat ahli tentang dakwaan pasal 263 (1) dan 263 (2).

Ahli Dr Yuspar menerangkan," 1. Mengatakan dalam perbuatan pidana yang dinyatakan melanggar pasal 263 KUHP harus adanya niat yang mengakibatkan kerugian sehingga apabila tidak ada kerugian konkret tentu rumusan delik tidak dapat terpenuhi.
2. Kuasa hukum Terdakwa Budiman terkait pasal 263 KUHPidana ayat 1 maupun ayat 2, apakah itu masuk dalam unsur delik kesengajaan atau delik kelalaian (Culpa)," Terang Dr Yusfar

Dr.Yuspar menjelaskan Bahwa ada dua unsur perbuatan yang ada dalam pasal 263 yang pertama membuat surat palsu yang kedua memalsukan surat palsu. Membuat surat palsu adalah yang sebelumnya belum ada surat kemudian dibuat surat. Kemudian surat tersebut yang seolah benar atau asli. Terkait memalsukan surat adalah telah ada surat kemudian surat itu diubah atau ditambah dan dikurangi bahkan dihilangkan dari substansi surat itu sehingga isi surat itu seolah asli," kata Dr Yusfar

Yusfar juga menambahkan," 3. Terkait rumusan unsur hukum yang dimaksud dalam pasal 263 ayat 1 ini adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat. Kemudian unsur pertama atau delik adalah dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain. Jadi setelah surat itu dipalsukan maka ada maksud kesengajaan,”kata ahli Dr Yusfar.

Menurut ahli, dalam konteks pasal 263 KUHP maka tidak hanya delik formil saja yang dibuktikan, tapi delik materil juga harus dibuktikan. Jadi akibat yang timbul dari suatu perbuatan harus ada dan nyata.

“Terkait rumusan unsur hukum yang dimaksud dalam pasal 263 ayat 1 ini adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat. Kemudian unsur pertama atau delik adalah dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain. Jadi setelah surat itu dipalsukan maka ada maksud kesengajaan,”kata ahli  Dr Yusfar

Menurut ahli, dalam konteks pasal 263 KUHP maka tidak hanya delik formil saja yang dibuktikan, tapi delik materil juga harus dibuktikan. Jadi akibat yang timbul dari suatu perbuatan harus ada dan nyata. Mengenai pasal 263 ayat 1 dan 263 ayat 2 KUHP yang merupakan delik kesengajaan bukan delik kelalaian ,sejalan dengan itu diperlukan niat yang mengakibatkan kerugian sehingga apabila tidak ada kerugian konkret tentu rumusan delik tidak dapat terpenuhi.

Lebih lanjut penasehat hukum menanyakan apakah sudah tepat terdakwa melanggar pasal 263. Ahli Dr. Yuspar menyampaikan," Pendapatnya bahwa pasal 263 tidak tepat karena obyek yg menjadi kasus disini adalah aset perusahan yg digelapkan menurut ahli yg mungkin bisa diterapkan pasal 374 KHUP karena perbuatan yg dilakukan terdakwa berhubungan dengan tugas dalam perusahaan selaku pejabat Direktur yang marasa takut masalah aset sebuah mobil tapi apakah mobil itu tercatat sebagai aset perusahan atau tidak ini perlu dibahas dalam lingkup perusahan kalau benar termasuk aset perusahan digelapkan terdakwa Budiman baru unsur pasal 374 KHUP terpenuhi jadi pendapat ahli penerapan pasal 263 tidak tepat karena terdakwa membuat surat masih menjalankan kegiatan perusahan tidak ada yang dipalsukan dalam kasus terdakwa jelas pendapat," kata ahli Dr Yuspar

Selanjutnya penasehat hukum terdakwa menanyakan pendapat ahli mantan senior jaksa mekanisme surat dakwaan yg memakai kop kejaksaaan republik Indonesia kejaksaaan tinggi Sumatera barat.
Kata “Demi Keadilan dan Kebenaran Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menurut ahli mantan jaksa senior menjelaskan kop surat dalam dakwaan itu secara administrasi tidak Syah karena perkaranya penyidik Polda sumbar tahap pertama jaksa peneliti dari jaksa Kejati tapi kalau sudah dinyatakan perkara lengkap p21 penyerahan tersangka dan barang bukti pihak penyidik dan penuntut umum melimpahkan secara administrasi perkara tahap 2 ke kejaksaan negeri jadi registernya berada pada kejaksaaan negeri dalam hal ini wilayah kejaksaaan negeri Padang maka surat dakwaan kop surat yg dipakai adalah Kejaksaan Negeri Padang  biarpun jaksa penuntut umumnya dari jaksa dari Kejati sumbar.masalah untuk keadilan dan seterusnya menurut ahli kurang faham juga apakah ada ketentuan baru di kejaksaan kerja terbaru kata- kata tersebut berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yg biasanya itu yg dipakai oleh putusan hakim memutus perkara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa kalau dakwaan JPU cukup Untuk keadilan pasal Subsider pasal 263 ayat (1 ) subsider melanggar pasal 263 ayat (2) pemalsuan surat dan membuat surat palsu.

Dr. Yuspar sebagai Ketua Umum alumni UNES merasa terpanggil anggotanya ada tersangkut masalah hukum datang sebagai ahli ilmu hukum pidana, sebelumnya jaksa keberatan seniornya dihadirkan sebagai ahli.

“Terkait rumusan unsur hukum yang dimaksud dalam pasal 263 ayat 1 ini adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat. Kemudian unsur pertama atau delik adalah dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain. Jadi setelah surat itu dipalsukan maka ada maksud kesengajaan,”kata ahli Dr Yusfar.

Majelis Hakim yang menyidangkan perkara diketuai Eka Prasetya Budi Dharma SH,MH anggota Ferry Hardiansyah SH, MH dan Irwin Zaily SH,MH menunda sidang Kamis depan dengan acara mendengarkan ahli dari perdata. (Chan)

Post a Comment

0 Comments