Singkron.com - Penagangan Proses Hukum Penyidik Bareskrim Polri terhadap 3 Petani Rakyat di Kabupaten Lamandau menjadi sorotan banyak Pihak,
karena untuk tahapan proses Hukum terhadap Petani Rakyat tersebut bukan dilakukan Kepolisian Polres atau Polda namun langsung Mabes Polri, awalnya Masyarakat beranggapan penyidikan Bareskrim Polri dilakukan terhadap Koorporasi atau Perusahaan besar swasta yg diketahui berada dikawasan Hutan diwilayah Kab Lamandau.
Beberapa hari kemudian didapat kabar Proses Penyidikan oleh Bareskrim Polri mengakibatkan 3 orang Masyarakat Lamandau ditahan, 3 Petani swadaya yang ditangkap dan ditahan tersebut dituding melakukan kegiatan Perkebunan di kawasan Hutan tanpa Persetujuan Menteri KLHK.
Tanggapan masyarakat luas terhadap Proses Penyidikan oleh pihak Bareskrim polri tersebut apakah tidak bisa di kerjakan oleh Kepolisian yg ada di daerah, apalagi Yg diproses Oleh Penyidik Bareskrim Polri tersebut bukanlah level kakap, Koorporasi Perusahaan besar swasta melainkan warga Masyarakat yg dikenal profesi sebagai Petani Mandiri,
Apabila diperhatikan kegiatan Perkebunan yg dilakukan oleh tiga Petani sawit yg kini mendekam di Rutan Polres Lamandau adalah untuk mendorong Pertumbuhan Ekonomi kerakyatan, bahkan mitra usahanya ya sesama Masyarakat.
Alangkah mirisnya kegiatan yg dilakukan para Petani tersebut harus terhenti oleh Proses penegakan Hukum yg dilakukan Penyidik Bareskrim Polri, yg infonya melakukan Proses berdasarkan Dumas dengan tahapan telah P21 segera disidangkan.
Proses penegakan Hukum yg terkesan spesial ini menjadi sorotan berbagai pihak bahkan pada tanggal 9 Januari 2024 terdapat aksi Unjuk rasa oleh Ratusan Masyarakat yg mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Dayak bersatu Bela Petani Rakyat yg didukung oleh Ormas Dayak, antara lain Gerakan Pemuda Dayak dari tiga Kabupaten, Ormas Garda Antang Patahu, tokoh Mantir Adat desa sekitar, dan Ratusan Petani Rakyat yg turut hadir mengikuti aksi demo tersebut.
Koordinator aksi, Wendy S Loentan Yang cukup dikenal sebagai Tokoh Pemuda Dayak Kalteng menyampaikan agar Proses Penegakan Hukum terhadap Masyarakat yg berprofesi sebagai Petani seharusnya lebih mengedepankan pendekatan yg humanis, penyelesaian Permasalahan dengan konsep Restorative Justice, tidak boleh asal tangkap karena mereka bukan kriminal, hendaknya Pihak Penyidik Bareskrim Polri saat menerima pengaduan atau laporan melimpahkan Proses ke kantor Kepolisian Resort Lamandau, karena bukan tidak ada kantor Polisi didaerah kami, karena saya yakin Kepolisian yg ada didaerah lebih mengenal persoalan dilapangan, dan selama ini pendekatan yg dilakukan juga tidak tebang pilih ada pertimbangan tertentu, aspek sosial, dan apakah penerapan hukum tidak memicu persoalan yg lebih luas, sistem Penegakan Hukum yg dipandang Masyarakat harusnya tegas menyeret koorporasi Perusahaan besar swasta, namun hanya Petani Yg dikenakan sanksi pidana, harusnya Kakap besar ini malah ikan kecil.
Wendy berharap Penggunaan Hukum sebagai jalan terakhir, apabila dicermati Persoalan yg mengakibatkan tiga petani Rakyat ditahan adalah persoalan Administrasi, *Tidak memiliki Perijinan berusaha dibidang Kehutanan* atau kegiatan usaha *tanpa ijin Menteri* inilah perbedaan antara Badan Hukum Perusahaan besar dan Masyarakat, pihak Perusahaan tentunya memiliki sumber daya sedangkan Masyarakat pemikiran tidak sama, ada keterbatasan, hal ini harusnya di pahami,
Pertimbangkan kembali sebelum menghukum orang, apakah kegiatan para Petani tersebut merugikan Negara atau justru membantu Negara dan daerah, selain mendongkrak ekonomi, ada interaksi, kegiatan ekonomi masyarakat, lapangan pekerjaan, akses jalan yg tentunya menghubungkan desa desa sekitar,
Sedangkan Pihak Pelapor yg membuat Dumas apakah sudah jelas Kontribusinya untuk daerah,
atau kegiatan yg dilakukan Para Petani tersebut menimbulkan kerugian secara Materil ??
Dalam kondisi ini diharapkan Pihak Penyidik Bareskrim Polri dan pihak Kejaksaan Tinggi Kalteng yg telah memproses berkas perkara hingga P21 dapat mempertimbangkan dengan Nurani kemanusiaan, dan mencermati akibat lanjutan yg ditimbulkan karena Ancaman pasal pidana tidak mengenal individu melainkan setiap Orang, artinya siapa saja akan rentan disanksi Pidana, secara umum kegiatan Masyarakat di Kalimantan Tengah masih berstatus diareal yg tergolong kawasan Hutan.
Sedangkan Penyelesaian Konflik kehutanan telah diatur melalui UU Cipta Kerja Pasal 110 A & Pasal 110 B sanksi yg dikenakan adalah denda Administrasi tidak ada sanksi Pidana
Dengan demikian UU CIPTA Kerja Sektor Kehutanan untungkan siapa?
#Stop Kriminalisasi Petani
#Petani Pejuang Investasi
#Petani Penggerak Pertumbuhan Ekonomi
#SAVE PETANI LAMANDAU
Seperti diungkapkan Direktur Save Our Borneo, Habibi, ia mengatakan, Jika Proses terhadap ketiga Petani mandiri perkebunan kelapa sawit tersebut berlanjut, pasalnya, Masyarakat Atau petani Mandiri di Kalteng kebanyakan menggarap dikawasan Hutan. (Har)
0 Comments